Selasa, 21 Oktober 2014

I. KRONOLOGIS KEJADIAN
Konflik berawal dari DPP Partai Gerindra yang menciptakan dualisme rekomdasi atas nama saudara Tomas Tabuni dan Moab Magai pada tahun 2009. Pertanyaannya bahwa kenapa satu Partai bisa memberikan dua rekomdasi kepada orang yang berbeda, untuk memimpin Kabupaten yang sama? Pertanyaan ini telah gagal di jawab oleh perebut Partai maupun anak putra daerah lainnya bahwa apa maksud di balik dualisme rekomedasi tersebut? Ketika itu, masalah tersebut menyebabkan hampir terjadi pertikaian di Kabupaten induk (Puncak Jaya). Karena terjadinya pembiaran, sehingga masalah berlanjut di Kabupaten Puncak Papua hingga saat ini konflik atau pertikaian sedang berkepanjangan.

Kepemimpinan anak daerah yang tidak profesional dan kurang dewasa dalam berpolitik mengakibatkan korban masyarakat sipil, sehingga sampai sekarang korban diperkirakan warga satu kecamatan habis.

Dari data yang dihimpun tabloidjubi.com, berdasarkan penetapan tahapan pendaftaran pemilihan bakal calon (Balon) Bupati dan wakil Bupati dari KPUD Kabupaten Puncak, memutuskan bahwa pendaftaran tersebut dilaksanakan pada 24 -30 Juli 2011.

Pada Senin, 25 Juli 2011, pasangan calon Bupati Wilem Wandik dan calon wakil Bupati Repinus Telenggen mendaftar ke Kantor KPUD Puncak. Pasangan ini diusung oleh partai PDIP, Demokrat, PKB, Pelopor, PPD, PBN, PPDI, PKS, PKID, Hanura, dan PDS.

Selang dua hari, pada Rabu, 27 Juli 2011 pasangan calon bupati Elvis Tabuni dan wakil Bupati Heri Dosinaen mendaftar ke KPUD yang diusung oleh Partai PIB, Gerindra, PNBKI, PPPI, PNI, dan PPD. Sedangkan pada Jumat, 29 Juli 2011, pasangan calon Bupati nama Ruben Wakerkwa dan Wakilnya Septinus Pahabol juga mendaftar. Mereka diusung partai Pelopor, PNBKI, PPD, PKP, dan PAN.

Kekisruahan ini mulai muncul ketika Thomas Tabuni dan kawan-kawannya mendatangi kantor KPUD Jumat, 29 Juli 2011 sekitar pukul 09.00 WIT. Kedatangan Tabuni di KPUD itu untuk memberitahukan bahwa dirinya adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kabupaten Puncak. Selain itu, Tabuni juga memberikan laporan DPC Gerindra Kabupaten Puncak tidak pernah memberikan rekomendasi kepada pasangan Simon Alom Yosia Tenbak untuk maju sebagai Bupati dan wakil Bupati. Usai memberikan keterangan itu mereka pergi. setelah mendaftar mereka pergi. Kemudian pukul 12.00 WIT, Thomas Tabuni kembali lagi bersama rekan-rekannya ke KPUD menunjukkan Surat Keputusan (SK) pergantian. Dalam SK yang dipegang Tabuni tertera bahwa Thomas Tabuni mengganti Amir Mahmud Madubun. SK itu terbit sejak 27 Juli 2011. Atas laporan itu, KPUD setempat mempertimbangkan kondisi pergantian itu.

Langka selanjutnya, Sabtu, (30/7) KPUD setempat menyurati Partai Gerindra agar menyelesaikan permasalahan internal partai. “Kami layangkan surat itu ke ketua tim sukses dan DPP Gerindra. Tapi, mereka tidak tanggapi surat itu. Sebaliknya, ketua DPD Gerindra, Amir Mahmud malah mengancam akan menggugat KPUD. Mereka terus bersikeras untuk menyerang,” kata Kepala divisi sosialisasi KPUD Kabupaten Puncak, Yorin Tabuni saat dikonfirmasi di Jayapura, Kamis, 4 Agustus 2011, kemarin. Pada Sabtu 30 Juli 2011, ada dua balon yang mendaftarkan diri. Masing-masing Petrus Tabuni–Jansen F.Tinal dan Yopi Murib -Yoel Yolemal. Petrus dan Jansen diusung partai Golkar, PPI dan PMB. Sementara Yopi dan Yoel maju secara independen. Pada hari yang sama, pasangan balon Bupati dan wakil Bupati Simon Alom – Yosia Tenbak juga mendaftar ke KPUD. Mereka usung oleh partai PBR, Gerindra, PKPI, dan PDP. Keduanya mendaftar sekitar pukul 14.00 WIT, ketika itu. Simon dan pasangannya tiba di halaman kantor KPUD, dan disambut oleh ketua KPUD dan empat anggota lainnya. Usai penyambutan dihalaman, ketua KPUD setempat, Nas Labene menyarankan agar kedua pasangan itu agar menyelesaikan permasalahan internal yang melilit partai Gerindra berdasarkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai.

Nas Lebene mengatakan pada, pada prinsipnya, KPUD siap menerima berkas dari Simon Alom – Yosia Tenbak, Tetapi, menyangkut persoalan internal di Gerindra, KPUD memberikan kesempatan kepada kedua balon itu untuk menyelesaikannya dihari itu dengan batas waktu sampai pada pukul 24.00 WIT.
“Kami tidak bisa menyelesaikan persoalan partai. Karena itu masalah internal partai yang harus diselesaikan didalam partai itu sendiri. KPUD tidak punya hak,” kata Nas Lebene saat diwawancarai. Mendengar penjelasan tersebut, wakil DPD Gerindra Provinsi Papua, Amir Mahmud Madubun tak menerima. Bahkan,Mahmud mengancam akan menggugat KPUD Puncak sekaligus melapor ke KPU Provinsi.

Meskipun Mahmud bernada keras dan terus mengancam, namun KPUD tetap berusaha meredup kemarahannya. Komisi pemilihan ini berupaya mengarahkan dirinya bersama kedua balon yang mendaftar untuk menyelesaikannya dengan kepala dingin. Dialog pun terjadi antara KPUD dan pasangan calon serta wakil DPD Gerindra, Amir Mahmud Madubun yangmendampingi balon Bupati dan wakil Bupati Simon Alom – Yosia Tenbak, saat itu.

Saat dialog berlangsung, sekitar pukul 14.20 WIT kubu dari pasangan Elvis Tabuni – Heri Dosinaen melakukan penyerangan ke Kantor KPUD. Mereka juga menyerang massa dari pasangan Simon Alom – Yosia Tenbak. Massa penyerang melakukan penyerangan dengan menggunakan alat tajam yakni jubi, panah, dan parang. Bentrokan antara kedua balon itu pun tak tertahankan.

Ketika penyerangan berlangsung, Simon Alom – Yosia Tenbak dan wakil DPD Gerindra, Amir Mahmud Madubun berupaya mengamankan diri ke kantor KPUD. Saat mengamankan diri, salah satu anggota KPUD setempat, Erianus Kiwak mengatakan jika Amir tak bersikap keras maka pertikaian antar massa tidak terjadi.

Pertikaian hari Sabtu itu sempat berhenti. Namun pada Minggu, 31 Juli 2011 sekitar pukul 17.00 WIT pertikaian kembali pecah. Massa dari Simon Alom – Yosia Tenbak menyerang pendukung Elvis Tabuni dan Heri Dosinaen. Bentrokan berkenpanjangan dihari itu hingga menelan belasan korban. Massa dari Simon Alom membakar sejumlah Honai dan menyerang anggota DPRD Puncak. Rumah ketua DPRD, Elvis Tabuni beserta mobil dinasnya yang terparkir dihalam rumah juga dibakar. Keluarga Elvis Tabuni dievakuasi ke- Kantor KPU Daerah Puncak.

Pertikaian itu menelan belasan korban jiwa. Seperti diberitakan, pada Sabtu, 30 Juli 2011 hingga Minggu, 31 Juli 2011 bentrokan antara dua massa pendukung bakal calon Bupati Puncak tersebut mengakibatkan 17 orang tewas. Sejumlah rumah, honai (rumah adat) dan mobil hangus terbakar. Selanjutnya, di Senin, 1 Agutus 2011, dikabarkan korban bertambah menjadi 19 orang.



II. TANGKAPAN
1. Kab. Puncak secara khusus
Karena mengingat krakter, pola pandang manusia-manusia (suku Damal dan Dani), maka pertikaian tidak akan ada kesudahannya, apa lagi korban jiwa saja sudah mencapai ribuan orang, adalah suku yang berbeda.

Mungkin saja secara Hukum Pemerintah dan Hukum Adat akan menemukan “solusi” untuk kedua kubu bisa berdamai, tetapi solusi tersebut hanya berlaku selama beberapa waktu, bulan atau tahun. Lalu selanjutnya masalah akan timbul lagi.
Oleh karena itu, agar pertikaian di Kab. Puncak berakhir secara tuntas, maka pihak Hukum Pemerintah dan Pihak Hukum Adat mengambil kebijakan:
a. Sebagai jaminan, kedua pemicu: Elfis Tabuni dan Simon Alom, dipenjarahkan seumur hidup. Karena dari kenyataan ini sudah membuktikan bahwa kedua pemicu (Tabuni dan Alom) tidak punya jiwa sama sekali untuk manusia (Dani dan Damal) dan tidak berguna lagi untuk di pakai di Daerah.
b. Kalau kedua pemicu (Tabuni dan Alom) tidak di penjarahkan, maka mereka dua akan punya harapan yang sama, bahwa harus di perlakukan seperti apa sebagai orang korban.
c. Dengan demikian “solusi” terakhir adalah Pemerintah Pusat harus cabut SK Kabupaten Puncak.
Semua pihak yang menyikapi masalah Puncak Ilaga dari berbagai sisi boleh saja, tapi itu hanya sekadar jalan alternatif.

2. Papua secara umum
Beberapa orang-orang (Papua) tertentu dan kalangan Mahasiswa asal Papua yang ada di Sejawa-Bali sudah punya prediksi, bahwa Papua akan di hancurkan oleh anak putra Daerah sendiri, terutama yang para Pendahulu.

Prediksi tersebut berdasarkan kelemahan, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh orang Papua, baik masyarakat Pesisir maupun Penggunungan.

Memang sudah tidak cocok bagi orang Papua untuk bangun politik lokal. Masuk dengan sisi manapapun tidak akan menjawab konteks lokal, tetapi hanya justru menambah konflik demi konflik (adik jadi lawan kakak, dan kakak jadi lawan adik, mengakibatkan saling menghancurkan yang sudah dan sedang terjadi).

Kenyataan sudah membuktikan bahwa Hukum NKRI sudah tidak menjamin bagi orang Papua. Para pemimpin Papua pun ada dalam kendali sistem Pemerintah Pusat (diadudomba). Tidak pernah ada kesadaran diri dalam kehidupan para petinggi Papua.
Jika, orang Papua sendiri tidak bisa sadar, maka kemungkinan nasib Papua ada dalam tanda-tanya (....?)

Lalu apa yang harus terjadi dalam diri orang Papua, adalah:
a. Transformasi diri:
Mengenal diri dan menerima diri sebagai orang Papua
Membangun hubungan baik dan akrab dengan Allah (takut akan Allah)
b. Stop buka ruang untuk diadudomba
c. Belajar untuk berfikir secara profesional
d. Berpikir global dan bertidak secara kontekstual.
Dengan demikian Pupua menjadi berkat bagi dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar